Belajar Fisika Itu Tidak Ada Gunanya!
Bagi anda yang pernah mengikuti sekolah menengah, pastinya anda setidaknya pernah mengenal (walau sedikit) apa itu fisika. Seperti halnya matematika, fisika acapkali menjadi momok bagi para pelajar. Guru yang killer, materi yang njlimet, sampai rumus yang sangat banyak. Itulah label masyarakat umum terhadap fisika. Konsep-konsep yang diajarkan pun tidak selalu nampak praktis untuk skala keperluan sehari-hari. Coba anda sebutkan, berapa banyak orang yang sebelum mendorong meja, misalnya saja saat merapikan ruangan, menguraikan dulu gaya yang bekerja di atas kertas, dihitung, lalu kemudian didorong? Silahkan hubungi saya jika ada orang yang selalu melakukan hal itu. Bisa dipastikan orang yang melakukan itu di keseharian pastilah orang yang kurang kerjaan. Tidak praktis! Lalu, untuk apa belajar fisika? Kalau kata orang, “ngapain bola jatuh lu itungin?”.
Sekilas Tentang Pengajaran Fisika
Di Indonesia, fisika diajarkan dengan rasa yang berbeda di setiap tingkat pendidikan. Pada tingkat SD, konsep fisika dimunculkan dalam mata pelajaran IPA, bersama biologi dan kimia. Siswa diajarkan tentang fenomena-fenomena yang ada di sekitar secara sederhana, tanpa pembahasan teknis. Mereka diajarkan apa itu gaya, macam-macam gaya, apa itu listrik, energi itu kekal, dan lain-lain. Di SMP, pembahasan sedikit lebih teknis. Mereka dikenalkan dengan besaran-besaran fisis, sehingga fenomena-fenomena yang ada dapat dijelaskan dengan hitungan sederhana. Siswa belum dikenalkan dengan kalkulus dan trigonometri. Mereka juga belum dikenalkan konsep vektor. Banyak rumus fisika di tingkat SMP diberikan secara take it for granted, tanpa bukti. Sebenarnya, hal tersebut bukanlah masalah. Siswa tak seharusnya dijejali dengan teknik-teknik matematika yang rumit. Yang penting adalah pemahaman di balik konsep yang diberikan. Hanya saja, beberapa guru malah tidak menjelaskan dengan baik konsep yang dibahas, ataupun makna fisis di balik hitung-hitungan tersebut. Di sinilah agaknya terlihat mengapa fisika dilabeli seperti itu. Hitungan tanpa makna fisis tentu tidak aplikatif. Tapi perlu diingat bahwa matematika yang diajarkan di SMP masih sangat dasar, sementara banyak rumus yang diajarkan pada mereka pembuktiannya memerlukan kalkulus, matematika vektor, dan lain-lainnya. Yang masalah adalah apabila konsep fisika tidak diajarkan dengan baik pada tingkat SD-SMP, maka bisa jadi ke depannya, siswa malah merasa jijik dengan fisika. Hitung-hitungan detail itu bisa diajarkan belakangan setelah siswa merasa nyaman dan percaya diri dengan pemahaman konsep yang ia miliki. Membebani siswa dengan hitungan tanpa pemahaman adalah kesalahan fatal. Di sini peran guru juga sangat diharapkan, agar tidak menjejali siswa dengan banyak detail di awal pengajaran fisika, dan lebih berfokus pada konsep-konsep fisika. Guru bisa memulai dengan menceritakan ide-ide awal mengapa konsep tersebut bisa ada, ataupun sejarah penemuannya. Kemudian, dijelaskan proses-proses fisika yang terkait dengan konsep yang diajarkan. Dengan itu, siswa dapat melihat bahwa fisika adalah suatu proses. Bukan hanya itu, tetapi juga sains adalah proses. Tidak ada gunanya bagi siswa menghafal apa itu sikap ilmiah. Tidak ada gunanya bagi siswa menghafal proses ilmiah masalah-data-dugaan-eksperimen-kesimpulan. Semua hal itu akan terpatri dengan sendirinya dalam pemikiran siswa apabila sains diajarkan dengan cara yang tepat! Hal ini tidak hanya berlaku bagi guru di tingkat SD dan SMP, tetapi juga di tingkat lainnya, setidaknya sebagai pengantar bab sebelum masuk ke pembahasan teknis.
Pada tingkat SMA, hal tersebut sedikit berubah. Siswa mulai dikenalkan dengan metode pengukuran, sehingga dapat mengestimasi ketelitian ketika melakukan eksperimen. Siswa juga dipersenjatai dengan berbagai perlengkapan yang mendukung. Analisis dimensi, trigonometri, analisis vektor secara matematis, kalkulus, dan lainnya. Dengan senjata-senjata tersebut, banyak sekali rumus fisika SMA yang dapat dibuktikan kebenarannya dan diperiksa makna fisisnya. Melalui kalkulus didapatkan bentuk matematis yang mendeskripsikan tentang perubahan-perubahan, yang tentunya sangat berguna ketika membuktikan rumus-rumus kinetika, dinamika benda, dan lain-lain. Vektor dan trigonometri membantu perhitungan untuk hal-hal yang tidak tegak lurus (atau sejajar) dengan kerangka yang kita punya. Analisis dimensi, meski sangat sering dilupakan dan diabaikan siswa SMA, sangatlah powerfull. Ia dapat digunakan untuk memverifikasi makna fisis suatu persamaan, dan bahkan membantu menurunkan rumus apabila diketahui besaran-besaran apa saja yang diduga berperan. Sayangnya, tak sedikit juga rumus yang diberikan tanpa bukti karena dianggap terlalu rumit, ataupun bahkan dianggap sebagai definisi. Misalnya saja rumus untuk energi potensial (EP=mgh). Rumus itu dapat dibuktikan dengan kalkulus, tapi banyak yang menganggapnya sebagai definisi mutlak tanpa penjelasan lebih lanjut. Rumus untuk peluruhan radioaktif juga dapat diturunkan menggunaka persamaan diferensial (yang sebenarnya tak terlalu rumit). Bahkan di situ juga dapat terlihat makna fisis tentang peluruhan, bukan hanya hitung-hitung di atas kertas tanpa makna. Senjata-senjata yang ada menjadi tidak dimanfaatkan sepenuhnnya. Fisika seakan-akan hanyalah ilmu hitung minim faedah.
Fisika, Sains, Masyarakat, dan Alam
Oke, mungkin anda bisa katakan saya bias untuk tulisan di atas karena saya kebetulan kuliah MIPA. Lalu bagaimana dengan orang-orang yang tidak mengambil jurusan IPA di SMA, ataupun orang yang tidak mendapat mata kuliah fisika di perguruan tinggi? Apa fisika masih relevan? Untuk kasus serupa yang dialami cabang ilmu matematika, biasanya pembelaannya adalah bahwa matematika merangsang logika. Sebenarnya hal serupa juga berlaku untuk fisika, tapi apakah hanya itu saja? Tentu tidak. Misalkan anda adalah seorang insiyur perkapalan, tentu tanggung jawab anda untuk memastikan kapal yang anda desain mampu bekerja dengan baik. Kasus lain, apabila anda adalah pekerja konstruksi, anda punya tanggung jawab untuk membuat sebuah bangunan yang kokoh. Fisika merupakan alat prediksi yang dapat dipercaya dalam memenuhi tanggung jawab pekerjaan manusia. Kemampuan memprediksi yang dimiliki fisika banyak membantu pengembangan hajat hidup manusia. Di sisi lain, para filsuf pun juga harus terus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, salah satunya fisika, agar gagasan-gagasan mereka tak menyimpang. Fisika adalah filsafat tentang alam semesta yang disampaikan dalam bahasa matematika. Fisika adalah senjata pemikiran umat manusia untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang ada di alam. Dulu orang mengaitkan peristiwa yang tidak mereka ketahui dengan mahluk-mahluk supranatural, sosok Dewa, dan lainnya. Mereka ketakutan ketika melihat gerhana, peristiwa yang dapat dijelaskan dengan baik oleh fisika. Beberapa abad sebelum masehi, Aristoteles mengamati bahwa benda-benda yang bergerak setelah diberi dorongan di awal akan melambat dan pada akhirnya akan berhenti. Ia berpendapat bahwa keadaan alami suatu benda adalah diam dan benda memiliki tendensi untuk kembali ke keadaan alaminya. Galileo, yang merupakan seorang ahli eksperimen, mengkaji hal tersebut di abad ke-17 dan mendapatkan kesimpulan bahwa perlambatan tersebut disebabkan oleh gesekan, dan apabila gesekan-gesekan yang mempengaruhi benda dihilangkan, benda tersebut akan terus bergerak tanpa pernah berhenti. Dari situlah ia berpendapat bahwa keadaan bergerak ataupun diam sama alaminya. (Giancoli, 2014).
Untuk menjelaskan berbagai macam fenomena, orang-orang merumuskan berbagai macam teori. Teori dalam hal ini memiliki makna sebagai suatu penjelasan atas fenomena, yang telah terbukt, dan juga dapat dibuktikan/diperlihatkan kesalahannya. Tentunya teori akan sangat diperkuat dengan fakta-fakta eksperimental. Makna teori inilah yang sering sekali disalahartikan oleh orang awam. Bagi mereka teori dan hipotesis itu serupa. Bahkan yang sangat disayangkan, masih banyak yang menganggap bahwa “hukum” adalah versi lebih kuat dari “teori”, sehingga sesuatu yang “masih teori” tidaklah kuat seperti halnya “hukum”. Ada pula orang-orang yang “menjual” kesesatan itu untuk membuat orang menerima pola pikir mereka yang fallacious. Padahal, teori sejatinya adalah seni pemikiran umat manusia. Ketika orang-orang mengajukan gagasan-gagasan untuk menjelaskan suatu fenomena, sains memerlukan gagasan tersebut untuk diuji. Tapi apakah pengujian secara eksperimental selalu dapat membuktikan kebenaran suatu teori? Tidak. Bisa jadi pengujian yang diperlukan memerlukan instrumentasi yang sangat rumit dengan kebutuhan energi sangat besar, misalnya saja pada kasus teori dawai. Sekalipun instrumentasi dapat dibuat, tidak ada pengukuran yang benar-benar sempurna, sehingga konfirmasi secara eksak tidak mungkin dilakukan. Yang bisa dilakukan hanyalah memberi batas toleransi kesalahan pengukuran hingga ke tingkat yang memberi kita keyakinan besar atas kebenarannya. Lagipula, hal menarik tidak hanya lahir dari mengkonfirmasi suatu teori adalah benar. Misalnya saja ketika ternyata diketahui bahwa cahaya merambat pada ruang vakum, bukan pada medium ether yang dibuktikan melalui percobaan interferometer Michelson-Morley dan diulang beberapa kali oleh ilmuwan lain. Hal ini memberi konsekuensi lebih lanjut pada pemahaman umat manusia terhadap alam semesta. Inilah seni pemikiran manusia. Inilah sifat alamiah manusia yang selalu ingin mencari tahu.
Di kehidupan sehari-hari tentunya banyak pula benda yang terwujud berkat pemahaman fisika. Hal-hal praktis seperti konstruksi jalan, jembatan dan bangunan yang kokoh, mesin kalor untuk kendaraan, sifon untuk memompa air keluar, pendingin udara, dan lainnya, bekerja dengan prinsip yang dapat dijelaskan dengan pemahaman fisika. Hal-hal patriotis pun dapat dilakukan dengan fisika. Perjalanan ke luar angkasa, pembuatan senjata nuklir, dan lain-lain. Penerapan ilmu fisika sangatlah luas, dan itu semua kembali kepada siapa yang hendak menggunakannya. Fisika dapat kita gunakan sebagai alat pemuas rasa ingin tahu manusia terhadap alam semesta, sebagai landasan pengetahuan untuk diterapkan dalam pengembangan teknologi yang mempermudah kehidupan, ataupun juga sebagai landasan ide untuk membangun senjata pemusnah massal terburuk yang pernah ada dalam sejarah umat manusia. Fisika berkembang dari sesuatu yang digunakan untuk menjelaskan alam, hingga menjadi senjata pemikiran umat manusia. Dengan mengasumsikan hukum fisika berlaku di seluruh alam semesta dan tidak ada peradaban lain di alam semesta yang juga menginvensi fisika, dapat dikatakan bahwa fisika, bersamaan dengan ilmu filsafat dan matematika, adalah ciptaan umat manusia yang terhebat.
Penutup dan Renungan
Manusia adalah bagian dari alam semesta. Sejak zaman dahulu, umat manusia terus mencoba mencari tahu tentang sekitarnya dan menjelaskan hal-hal yang mereka amati. Berkat kekonsistenan matematika, kini kita sebagai umat manusia memiliki fisika sebagai senjata yang ampuh untuk menjelaskan alam semesta. Jika kita tidak peduli lebih lanjut tentang kenyataan di alam semesta, kita tidak perlu tahu kalau segala sesuatu tersusun dari partikel-partikel fundamental yang berinteraksi dengan 4 macam gaya fundamental. Kita juga tidak perlu tahu bahwa alam semesta mengembang. Berkat rasa ingin tahu kita, kita akhirnya tahu bahwa kita bukanlah pusat alam semesta, kita juga bukanlah bagian yang spesial dari alam semesta. Kita hanyalah penghuni suatu planet yang mengorbit suatu bintang yang hanyalah salah satu dari banyaknya bintang di alam semesta. Kita juga mengetahui bahwa suatu hari alam semesta kita akan menghadapi takdir akhirnya, entah itu keruntuhan besar, kematian entropik, ataupun kerobekan besar. Mengutip dari buku Fisika Dasar karya Halliday yang merupakan “kitab suci” bagi mahasiswa sains, “Alam semesta penuh dengan hal-hal ajaib yang sabar menunggu akal kita tumbuh lebih tajam. Fisika adalah pintu gerbang ke hal-hal ajaib itu”(Halliday, Resnick, & Walker, 2010). Akhirnya kita sampai pada kesimpulan akhir kita. Belajar fisika itu tidak ada gunanya, apabila kita tidak tahu makna dibaliknya. Tanpa makna fisis, fisika hanyalah hitung-hitungan di atas kertas. Fisika memberi jawaban yang membunuh ego homosentris kita. Fisika menawarkan penjelasan akan keajaiban-kejaiban di alam semesta. Selama akal kita masih terus tertantang untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan paling aneh tentang alam semesta, selalu akan ada hal-hal menarik yang akan kita temukan. Belajar fisika itu tidak ada gunanya apabila tidak tahu cara menggunakannya. Belajar fisika itu tidak ada gunanya apabila tidak membuat pemikiran kita tertantang untuk melakukan hal tersebut. Belajar fisika itu tidak ada gunanya apabila kita berhenti bertanya dan menganggap segala sesuatu adalah hal yang lumrah. Belajar fisika itu tidak ada gunanya apabila kita tidak membutuhkan peradaban. Belajar fisika itu tidak ada gunanya apabila ego kita masih mengalahkan pandangan kita akan realita terhadap alam semesta. Belajar fisika itu tidak ada gunanya apabila hal tersebut tidak membuat kita mengapresiasi keindahan di alam semesta.
Referensi
Giancoli, D. C. (2014). Fisika Prinsip dan Aplikasi Edisi Ketujuh Jilid 1. Penerbit Erlangga.
Halliday, Resnick, & Walker. (2010). Fisika Dasar Edisi 7 Jilid 3. Penerbit Erlangga.
Komentar
Posting Komentar
-Mohon untuk tidak spam di komentar-